Senin, 17 Januari 2011

PASARAN KARANGKOBAR, TRADISI YANG MASIH LESTARI

Oleh Vania Williany      
  
Hari pasaran merupakan salah satu contoh budaya lokal yang masih dihormati oleh kalangan masyarakat Jawa, khususnya  warga Jawa Tengah, hingga masa sekarang. Masyarakat mengenal adanya lima hari dalam penanggalan Jawa: Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing. Sesuai tradisi yang berkembang sejak zaman dahulu, banyak daerah di Jawa Tengah menyelenggarakan pasar tradisional hanya pada hari- hari tertentu saja, berdasarkan perhitungan penanggalan Jawa yang tepat dengan keadaan masing- masing daerah.


Hal tersebut mendorong kemunculan fenomena pasar tradisional mingguan yang tersebar di beberapa wilayah di Jawa Tengah, seperti Pasar Legi di Parakan dan Wonosobo, Pasar Kliwon di Temanggung, Pasar Pahing di Magelang, dan lain- lain. Namun sayang, seiring waktu berjalan, eksistensi pasar mingguan tersebut semakin memudar. Pada umumnya pasar tradisional “masa kini” sudah tidak lagi mengenal hari pasaran.
Akan tetapi, fenomena berbeda dapat ditemui di wilayah Desa Karangkobar, Kecamatan Karangkobar,  Kabupaten Banjarnegara. Di kota kecamatan berhawa sejuk yang terletak sekitar 30 km dari Kabupaten Banjarnegara ini, tradisi hari pasaran masih terasa kental.

Pasar Karangkobar memiliki dua hari pasaran dalam satu minggu, yakni Legi dan Pon. Jika hari pasaran tiba, Pasar Karangkobar akan lebih ramai daripada biasanya. Sudah menjadi tradisi sejak puluhan tahun lalu, bahwa setiap hari pasaran Legi dan Pon, sebagian besar warga desa Karangkobar dan sekitarnya akan meramaikan pasar tradisional tersebut dengan aktivitas berdagang maupun berbelanja. Walaupun banyak di antara mereka berasal dari desa yang jaraknya cukup jauh dari pasar, mereka tetap bersemangat untuk melakukan kegiatan jual- beli di sana.

Seperti pada hari Rabu Pon, (5/11) lalu, pasar Karangkobar tampak sangat ramai oleh para pedagang maupun pengunjung. “Saya berjualan di Pasar Karangkobar pada hari pasaran saja, Legi dan Pon,” ujar Sugiono, seorang penjual jilbab yang rutin mangkal di depan kios kelontong. Ditemui di sela-sela kegiatannya melayani pembeli, pria asal Desa Leksana, Karangkobar, ini memberi penjelasan. “Saya ke sini hanya pada hari pasaran, karena tujuan saya berdagang jilbab ini ya pas hari pasaran saja. Sudah delapan tahun saya bekerja seperti ini. Kalau hari pasaran kan, ramai pengunjung. Orang- orang desa pergi belanja ke pasar semua. Harapan saya biar dagangan ini laris. Saya berpindah- pindah tempat untuk berjualan setiap hari, tidak hanya di Pasar Karangkobar. Kecamatan Karangkobar sendiri terdiri dari banyak desa, hari pasarannya juga berbeda-beda. Yah, mengikuti hari pasaran tiap-tiap desa sajalah. Kalau hari Pahing, saya berjualan di Batur, hari Kliwon saya mangkal di Kalibening, dan Wage saya berada di Panusupan. Jualan saya berpindah- pindah tetapi rutin,” ungkapnya panjang-lebar.

Sugiono menambahkan, “Hari pasaran di Pasar Karangkobar memang selalu ramai seperti ini. Bahkan menurut saya, di sini paling ramai. Mungkin karena di wilayah Banjarnegara bagian atas, Karangkobar sudah terkenal sebagai kota transit. Ditambah lagi, Karangkobar juga dikenal sebagai kota agropolitan, atau kota penyalur sayur-mayur. Jadi, banyak orang berkunjung ke pasar ini."


Sebagai warga Karangkobar yang sering berbelanja di pasar, Nunung, seorang guru di sebuah sekolah negeri di Karangkobar, menyatakan, “Sudah dari dua puluhan tahun lalu sejak saya pindah dan menetap di Karangkobar, pasar ini ramai. Bila dibandingkan dengan keadaan sekarang, Pasar Karangkobar semakin ramai. Dahulu, hari pasarannya hanya Legi saja. Hari Pon tidak seramai sekarang.”

Perkembangan teknologi dan transportasi merupakan beberapa faktor yang menyebabkan hari pasaran di Pasar Karangkobar semakin ramai. “Dahulu, bangunan pasar belum sebagus sekarang. Kios-kios yang menjual berbagai barang pokok pun masih jarang. Alat transportasi umum susah didapat, jalan raya pun belum sebaik sekarang,” Nunung bercerita. Kendaraan umum baru beroperasi saat hari pasaran tiba, sehingga mau tidak mau warga desa hanya bisa berbelanja ke pasar pada hari pasaran. Nunung berpendapat, hal itulah yang menyebabkan tradisi hari pasaran berkembang dengan baik di Karangkobar. “ Seiring perkembangan zaman, Pasar Karangkobar sudah dibangun oleh pemerintah, kios-kios yang buka setiap hari juga bertambah. Jalan raya sudah diaspal. Transportasi umum seperti bus mikro dari dan menuju desa-desa sekitar Karangkobar semakin banyak, terutama pada hari pasaran. Warga desa semakin mudah untuk pergi ke pasar dan mendapatkan kebutuhan mereka. Komoditas yang dijual oleh para pedagang menjadi semakin beragam pula untuk memenuhi permintaan konsumen,” Nunung menanggapi.

Sugiono berpendapat bahwa tradisi hari pasaran harus dilestarikan oleh seluruh masyarakat Kecamatan Karangkobar. “Saya kira tradisi hari pasaran ini perlu dipertahankan. Menurut saya, karena pasaran ini sudah menjadi tradisi sejak dahulu, sudah turun-temurun berlangsung. Ditambah lagi, tradisi hari pasaran ini juga mempengaruhi perekonomian masyarakat sekitar. Karena keadaan pasar yang ramai pas hari pasaran, tingkat pendapatan penjual juga meningkat.” Faktanya memang demikian. Bila dibandingkan dengan hari biasa, keramaian hari pasaran di Karangkobar membawa dampak positif bagi para pedagang. Omzet penjualan mereka bahkan dapat mencapai dua kali lipat lebih besar daripada hari biasa. Sugiono mengakui hal tersebut. “Maka dari itu hari pasaran perlu dilestarikan. Bagi pedagang seperti saya, rezeki memang tak tentu datangnya. Tapi bisa dilihat sendiri, kalau tidak pasaran, Pasar Karangkobar ini biasa-biasa saja, sepi-sepi saja. Pengunjung pasar sedikit. Kalau pas pasaran barulah ada keramaian, transaksi jual-beli banyak. Istilahnya kalau pasaran, Karangkobar ini benar- benar jadi pasar,” tutur Sugiono.

Wahyudi Halim, seorang pedagang di sebuah kios tetap di depan pasar yang menyediakan kebutuhan sehari- hari menyatakan ia juga setuju bahwa tradisi hari pasaran harus tetap dilestarikan. “Ya memang, tradisi pasaran harus dilestarikan. Karena keuntungan yang kios saya peroleh saat hari pasaran jauh lebih besar daripada hari biasa. Pada prinsipnya, hari pasaran itu berpengaruh sekali terhadap pendapatan pedagang.” Wahyudi mengatakan, untuk memenuhi permintaan konsumen yang meningkat pada hari pasaran, ia harus kulakan (membeli untu menjual kembali, red) barang-barang yang lebih banyak. “Saya harus mempunyai persediaan barang untuk persiapan pasaran,” ujarnya. Lebih jauh lagi, pedagang yang baru dua tahun berjualan di pasar ini menjelaskan, “Bagi saya pribadi, tradisi hari pasaran di Karangkobar ini sangat unik. Bisa dikatakan tradisi ini langka. Sebab, sepengetahuan saya, yang namanya hari pasaran sudah tidak berlangsung sama sekali pada masa sekarang. Coba kita bandingkan dengan keadaan Pasar Legi di Parakan, misalnya. Saya pernah menetap cukup lama di sana tetapi tidak ada keramaian yang berarti saat hari Legi tiba. Sampai sekarang tetap begitu. Pasaran di kota- kota lain biasa saja, tidak seramai di Karangkobar ini. Saya sendiri yang bukan asli orang sini merasa heran, lucu juga ya, kok bisa demikian, tetapi saya merasa kagum, masyarakat Karangkobar begitu kokoh mempertahankan tradisinya,” ucapnya sembari tersenyum.

Nunung memiliki pendapat yang sedikit berbeda. Ia berkomentar, “Menurut saya apabila dilihat dari sisi konsumen, sebenarnya hari pasaran sudah tidak terlalu berpengaruh lagi seperti dahulu. Buktinya, Pasar Karangkobar ini termasuk pasar yang ramai terus setiap hari. Karena setiap hari ada kios buka, kebutuhan sehari-hari warga seperti saya sudah tersedia. Jadi warga yang tempat tinggalnya dekat dengan pasar lebih memilih pergi ke pasar setiap hari, untuk berbelanja kebutuhan dapur yang lebih segar. Kalau hari pasaran mungkin warga berbelanja kebutuhan tertentu saja.” Keadaan pasar yang sangat ramai saat hari pasaran tak lepas dari kritiknya. “Kalau pasar terlalu ramai kadang-kadang jalan raya menjadi sangat padat, bahkan sampai menimbulkan kemacetan sehingga lalulintas harus dialihkan ke jalan lain. Sampah juga berserakan di mana- mana. Itu cukup mengganggu,” keluhnya.  Ia berharap masalah-masalah tersebut dapat ditangani bersama oleh seluruh warga masyarakat Karangkobar beserta pengelola pasar. “Harus ada kerjasama dari semua pihak. Tetapi tradisi hari pasaran memang layak dilestarikan,” ujarnya mengakhiri pembicaraan. 

4 komentar:

  1. Tulisannya sudah rapi, banyak narasumber, dan lengkap. Variasi kata-katanya juga enak. Mungkin masih perlu diperhatikan, ada beberapa kalimat langsung yang terlalu panjang. Mungkin bisa dipilih lagi yang mana yang tepat dijadikan kalimat langsung dan mana yang bisa diparafrase sendiri. Selamat ya :)

    BalasHapus
  2. Pasar Karangkobar yang di tikungan itu bukan ?? 10 th lalu terakhir ke situ kalo lagi berkunjung ke tempat simbah di deket lapangan bola.

    BalasHapus
  3. Pengen banget jualan sandal kulit d sana

    BalasHapus