Senin, 17 Januari 2011

Pesona Awul-Awul

Oleh: C. Anindya Putri      

Pada awal Januari 2011, alun-alun utara Yogyakarta telah disulap menjadi arena Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS). Meskipun belum diresmikan oleh Gubernur DIY, beberapa pengunjung sudah mulai berdatangan untuk mengunjungi stand-stand yang menawarkan berbagai macam dagangan. Salah satu stand yang ramai dikunjungi adalah kios penjualan pakaian bekas yang biasa disebut ‘awul-awul’. Disebut awul-awul karena sebagian besar pakaian hanya ditumpuk atau disusun secara berserakan. Pakaian yang dijual di awul-awul sebagian besar merupakan barang impor dari Korea, China, dan Jepang. Pasokan pakaian didapat dari Kediri dan pembeliannya dilakukan secara partai besar. Selain di area PMPS, awul-awul juga bisa ditemukan di beberapa daerah di kota Jogja, seperti di Jalan Parangtritis, Jalan Taman Siswa, Ngasem, Yudanegaran, Munggur, Jalan Kaliurang, hingga di daerah Godean. Di awul-awul kita bisa berburu pakaian yang unik atau yang bergaya vintage dengan harga sangat miring. Namun tidak semua pakaian yang dijual di awul-awul adalah baju bagus yang sedap dipandang karena sebagian besar pakaian yang dijual sudah kucel dan apek. Tetapi kalau beruntung, kita bisa menemukan pakaian dengan merek terkenal. 

Salah satu penjaga stand awul-awul di PMPS, Agus, ketika diwawancarai, menyatakan bahwa saat ini pengunjung awul-awul semakin banyak. Biasanya stand awul-awul yang dijaganya ramai dikunjungi pembeli pada hari-hari terakhir menjelang penutupan PMPS karena pakaian yang dijual  harganya semakin miring. Ia juga menambahkan bahwa dengan membuka stand awul-awul di PMPS, dalam sehari ia bisa meraup untung hingga Rp 3.000.000,-. Berbeda dengan toko awul-awulnya yang berada di daerah Yudanegaran. Sehari ia hanya mendapatkan untung Rp 1.000.000,-.

 “Kalau yang ditumpuk harganya sekitar Rp 5.000,- sampai Rp 10.000,- tiap helainya. Biasanya berjenis kaos, kemeja, rok, dan juga celana. Sedangkan pakaian yang digantung biasanya lebih sedikit cacatnya dan bisa dibilang bagus. Harganya ya lebih mahal, sekitar Rp 15.000,- sampai Rp 35.000,-. Kalau jaket, sweater, blazer, dan jas harganya lebih mahal lagi,” terangnya .

Kegiatan berburu pakaian di awul-awul kini kian digemari oleh kaum muda. Mereka tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan pakaian yang unik dan terkesan jadul. Salah satu penggemar awul-awul, Christina Dhea, mengungkapkan bahwa hobinya berburu baju vintage di awul-awul dimulai sejak setahun yang lalu. “Saya suka sekali dengan vintage style. Di awul-awul saya bisa mendapatkan barang yang berkualitas dan tidak pasaran.  Bisa menemukan barang oke dengan harga murah, why not?” ujar mahasiswi PBI Universitas Sanata Dharma ini.

Begitu juga Fransiska Novieta, mahasiswi FEB Universitas Gajah Mada, ia mengungkapkan kegemaran ngawulnya itu berawal dari keisengan yang membuatnya menjadi ketagihan. “Saya suka ngawul karena barang yang dijual di awul-awul unik dan vintage. Selain itu harganya juga murah. Bagi saya, ada kepuasan tersendiri ketika mendapatkan barang bagus dengan harga murah.”

6 komentar:

  1. Informatif juga rapi. Eh, tapi aku kurang tahu ini tepat atau tidak, nanti kalau salah silakan dikoreksi oleh siapa pun. Mungkin Anin perlu memperhatikan penggunaaan kata "kita" dalam penulisan straight news supaya menghindari subjektivitas berlebih dalam tulisannya. Benar tidak ya? Haha...malah bingung dhewe...

    BalasHapus
  2. halaaahh mbaknya tu sok paham kok nin,pdhal si ya paham.. lhooo hahahaha

    maen natas nin :D

    BalasHapus
  3. Aku komentar, yak... =)

    Kata "kita" gapapa dipake, Pit... Tapi yang ditulis oleh "kita" tidak boleh apa yang kita pikirkan (opini/dugaan). Yang boleh ditulis oleh "kita" adalah apa yang kita lihat, atau kesimpulan dan analisa dari data-data yang kita dapatkan...

    "stand-stand" itu istilah asing. Lebih baik dimiringkan dan lebih baik lagi diganti dengan "stan-stan".

    Iya, tulisan ini strukturnya rapi. Diksi yang dipilih membuat tulisan ini 'ngalir' dan enak dibaca...

    BalasHapus
  4. Nin, ini permulaan yang baik, mungkin kamu harus terus belajar bagaimana menggunakan kaliamat-kalimat efektif dan tidak terlalu panjang. paragrafnya pun kalau bisa jangan dibuat terlalu panjang, cape bacanya.

    BalasHapus